Islam Garis Keras, Imperialisme dan Wahabi (3)

Sekte Salafi Wahabi muncul setelah pendiri sekte itu, Muhammad bin Abdul Wahab an-Najdi bertemu dengan Hempher di Basrah dan di antaranya kemudian terjalin pertemanan yang dimanfaatkan Hempher untuk menyukseskan misi yang diembannya di Irak.

Muhammad bin Abdul Wahab, menurut Hempher, adalah pemuda yang kasar, penggugup, namun angkuh dan selalu mengikuti hawa nafsunya sendiri dalam memahami Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah Saw..

Pertemuan Hempher dengan pemuda yang menguasai bahasa Arab, Persia, dan Turki tersebut terjadi pada 1713 Masehi (1125 Hijriyah), atau tak lama setelah agen mata-mata Inggris itu mendarat di Bashrah dan melakukan penyamaran yang sama dengan ketika bertugas di Istambul, yakni mengaku sebagai pemuda Turki yatim piatu bernama Muhammad. Bahkan untuk memperkuat penyamarannya, Hempher tak segan-segan mengaku sebagai murid ulama Ahmed Efendi asal Istambul.

Penyamaran Hempher ini nyaris terbongkar pada awal-awal kedatangannya di Bashrah. Kala itu, begitu tiba di salah satu kota terbesar di Irak tersebut, Hempher tinggal di Masjid Syaikh Umar Efendi karena belum mendapatkan rumah sewaan. Imam masjid itu, Syaikh Umar ath-Tha’i, rupanya telah mencurigainya sejak ia datang, dan ia diberondong dengan berbagai pertanyaan, termasuk soal identitasnya. Ia berhasil meyakinkan kyai Sunni (Ahlus Sunnah wal Jama’ah) asal Arab itu kalau ia memang berasal dari Turki, bukan orang Inggris, namun kemampuannya meyakinkan sang Kyai bahwa ia berasal dari Turki, justru membuatnya dicurigai sebagai mata-mata yang dikirim pemerintah Khalifah Islam Turki ‘Utsmani. Hempher pun hengkang dari masjid dan berhasil mendapatkan kamar di sebuah penginapan milik pengusaha bernama Mursyid Efendi.

Namun, kesialan ternyata masih menguntit Hempher karena pengakuannya kalau ia masih lajang dan belum pernah menikah, membuat Mursyid menganggap dirinya sebagai pembawa sial bagi penginapan yang dia kelola. Mursyid bahkan memberinya solusi untuk mengatasi masalah ini, yakni meminta Hempher segera menikah atau keluar dari penginapannya secepat mungkin. Karena sedang mengemban misi dan juga telah menikah, Hempher akhirnya memilih meninggalkan penginapan Mursyid dan kemudian menyewa kamar di sebuah penginapan milik tukang kayu bernama Abdur Ridha. Sambil menginap di sini, dia juga bekerja sebagai asisten pemilik penginapan tersebut.

Abdur Ridha, jelas Hempher, merupakan seorang pria gagah penganut ajaran Syi’ah, dan berasal dari Khurasan. Setiap sore, penginapan Abdur Ridha didatangi orang-orang Syi’ah dari Iran, dan mereka semua bersama Abdur Ridha memperbincangkan berbagai persoalan, baik politik maupun ekonomi. Selama perbincangan berlangsung, orang-orang ini tak segan-segan mengecam pemerintah Irak dan Kekhalifahan Islam Turki ‘Utsmani. Jika saat perbincangan berlangsung ada orang asing yang datang, mereka mengubah topik pembicaraan kepada persoalan-persoalan pribadi. Hempher mengaku kalau Abdur Ridha dan orang-orang Syi’ah Iran itu sangat mempercayainya, karena bahasa Turki yang ia gunakan ternyata membuat dirinya dikira berasal dari Azerbaijan.

Saat Abdur Ridha berbincang dengan orang-orang Syi’ah dari Iran tersebut kadangkala datang seorang anak muda berpakaian perlente yang mengesankan kalau dia adalah pemuda terpelajar yang sedang melakukan penelitian ilmiah. Pemuda inilah Muhammad bin Abdul Wahab an-Najdi. Kedatangan pemuda ini sempat membuat Hempher terheran-heran karena dari caranya berpakaian, Muhammad bin Abdul Wahab yang berasal dari Najd jelas orang Sunni, dan antara Sunni dengan Syi’ah sama sekali tidak akur, selalu bertentangan. Keheranan makin bertambah karena pemuda ini juga selalu mengecam habis-habisan Kekhalifahan Islam Turki ‘Utsmani yang juga Sunni seperti dirinya.

Keheranan Hempher terjawab setelah ia memahami karakter Muhammad bin Abdul Wahab yang penggugup, tapi kasar, sombong dan selalu menuruti hawa nafsunya sendiri dalam memahami Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah itu, karena sifat sombong, kasar dan selalu menuruti hawa nafsunya membuat Muhammad bin Abdul Wahab selalu menolak dan menentang apapun yang dianggap tidak sesuai dengan keinginan dan jalan fikirannya. Pemuda ini bahkan mengabaikan pandangan semua ulama, baik ulama di zamannya maupun imam empat mazhab fikih Sunni (Abu Hanifah, Ahmad bin Hanbal, Malik bin Anas, dan Muhammad bin Idris asy-Syafi’i), serta tidak mengakui para sahabat terkemuka Rasulullah Saw. seperti Abu bakar Siddiq dan Umar bin Khattab. Mengenai sikapnya ini, Muhammad bin Abdul Wahab berpegang pada sabda Rasulullah Saw yang menyatakan; “Telah kutinggalkan untuk kalian Al Qur’an dan Sunahku”. Karena Sabda Rasulullah Saw adalah demikian, maka menurut Muhammad bin Abdul Wahab, ia tak perlu mengikuti para sahabat maupun para imam mazhab. Padahal ketika dalam perbincangan di penginapan Abdur Ridha hal ini ikut diperdebatkan, salah seorang ulama Syiah dari Qum, Syaikh Jawad, menjelaskan, selain hadist tersebut, juga ada hadist yang menjelaskan bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Telah kutinggalkan untuk kalian Kitab Allah dan Ahlul Baitku”. Dan yang dimaksud Ahlul Bait dalam hadist ini meliputi keluarga dan sahabat Nabi Saw, serta para imam/ulama.

Sifat dan pola fikir Muhammad bin Abdul Wahab membuat Hempher senang, dan bahkan merasa kalau anak muda ini adalah orang yang tepat yang dapat ia peralat untuk memecah-belah Islam, karena orang seperti ini sangat mudah disesatkan dan pemikiran-pemikirannya dapat didorong untuk dijadikan dasar pendirian sebuah sekte yang menyimpang dari ajaran Islam. Apalagi karena Muhammad bin Abdul wahab pernah sesumbar dengan mengaku dirinya jauh lebih baik dari Abu Hanifah, dan menilai kalau separuh isi kitab Shahihal-Bukhari, buku yang berisi hadist riwayat Bukhari, dipenuhi dengan kesesatan.

***

Hempher mendekati Muhammad bin Abdul Wahab dan menjalin pertemanan dengannya. Untuk membuatnya besar kepala dan kian sombong, Hempher sengaja selalu memuji-muji dan membangga-banggakan pemuda itu di dalam setiap kesempatan. Misalnya saja, Hempher pernah mengatakan bahwa Muhammad bin Abdul Wahab lebih hebat dari Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib, sehingga seandainya saja Rasulullah Saw masih hidup, beliau pasti akan menunjuk Muhammad bin Abdul Wahab sebagai khalifah, bukan kedua sahabatnya itu.

“Aku harap Islam akan berjaya dan gemilang di tanganmu, karena engkau lah satu-satunya ulama yang akan berhasil menyebarkan Islam ke segenap penjuru dunia,” katanya.

Hasutan dan pujian yang diumbar Hempher habis-habisan membuat Muhammad bin Abdul Wahab mabuk kepayang, sehingga ketika Hempher mengajaknya menyusun sebuah tafsir baru Al Qur’an yang hanya berdasarkan pendangan-pandangan mereka berdua saja, Muhammad bin Abdul Wahab setuju. Meski pun tafsir itu bertolak belakang dengan tafsir para sahabat Rasulullah saw, para imam mazhab, dan para ulama tafsir Al Qur’an. Tujuan Hampher mengajak pembuatan tafsir baru ini jelas, yakni menyesatkan Muhammad bin Abdul Wahab. Apalagi karena jelas sekali kalau pemuda ini memang ingin tampil sebagai seorang revolusioner sejati yang pandangan-pandangannya dapat diterima masyarakat luas, meski pandangan-pandangan itu berbeda dengan para ulama, sahabat, dan Rasulullah sendiri, sehingga apapun gagasan Hempher, dengan senang hati diterimanya.

Maka begitu lah, di tangan Hempher, Muhammad bin Abdul Wahab benar-benar terseret pada kesesatan dan menyimpang jauh dari ajaran Islam yang sejati. Apalagi ketika Hempher mengusulkan untuk menghalalkan nikah mut’ah (kawin kontrak), dia setuju, dan kepadanya diberikan seorang perempuan bernama Shafiyyah untuk dinikahi dengan cara yang dilarang dalam Islam tersebut. Shafiyyah, jelas Hempher dalam buku Catatan Harian Seorang Mata-mata dan Persekongkolan Menghancurkan Islam, adalah salah seorang dari begitu banyak wanita Kristen yang dikirim Kementerian Persemakmuran untuk merayu para lelaki Muslim di Irak agar terjerumus dalam perzinahan dan prostitusi. Nama Shafiyyah pun bukan nama sebenarnya, melainkan hanya nama panggilan semata.

Muhammad bin Abdul Wahab menikahi Shafiyyah secara mut’ah hanya untuk satu minggu dengan mahar sejumlah emas. Ayat yang digunakan Hempher untuk menjerumuskan Muhammad bin Abdul Wahab agar terjerumus dalam perzinahan adalah Surah An-Nisa ayat 42 yang berbunyi; “ … Karena kalian beroleh kenikmatan dari mereka, berilah mereka maharnya sebagai kewajiban yang ditentukan …” Makna ayat ini sebenarnya mengatur tata cara pernikahan, bukan menghalalkan nikah mut’ah.

Sukses mejerumuskan Muhammad bin Abdul Wahab dalam perzinahan, Hempher kemudian menjerumuskannya dalam khamar (minuman keras). Dalil yang digunakan Hempher adalah riwayat tentang Yazid dan Khalifah Bani Umayyah dan Bani ‘Abbasiyyah yang menenggak khamar, padahal mereka adalah orang-orang yang pemahaman Al Qur’an-nya lebih baik dibanding Muhammad bin Abdul Wahab, sehingga berdasarkan riwayat ini, maka menurut Hempher, meminum khamar adalah makruh, bukan haram. Bahkan menurut Hempher, Ummar bin Khattab biasa meminum khamar, sehingga turun lah Surah Al Ma’idah ayat 91 yang berbunyi; “Setan hanya bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kalian karena khamar dan judi, serta menghalangi kalian dari mengingat Allah dan mengerjakan sholat. Maka, tidakkah kalian menghentikannya sekarang juga?”

Untuk meyakinkan Muhammad bin Abdul Wahab, Hempher mengatakan kalau berdasarkan ayat ini, meminum khamar sesungguhnya tidak haram asalkan tidak mabuk, tidak melupakan Allah, dan tidak lupa sholat. Lebih parah lagi, Hempher juga menggunakan Surah Thaha ayat 14 untuk membuat Muhammad bin Abdul Wahab meninggalkan sholat. Karena bunyi ayat itu adalah “ … Dan kerjakanlah sholat untuk mengingat-Ku”, maka menurut Hempher, umat Islam sebenarnya tidak sholat pun tidak apa-apa asalkan tetap mengingat Allah.

Di tangan Hempher, Muhammad bin Abdul Wahab benar-benar dibuat tersesat dari ajaran Islam yang sesungguhnya, dan keyakinannya terhadap Islam meluntur. Muhammad bin Abdul Wahab sebenarnya sempat mencurigai niat jahat di balik semua dalil yang dicekoki Hempher kepadanya, sehingga suatu kali Muhammad bin Abdul Wahab pernah berkata begini kepada Hempher; “Apakah engkau sedang berusaha membuatku keluar dari agamaku?” Kecurigaan Muhammad bin Abdul Wahab itu muncul ketika Hempher ingin menyesatkannya juga dalam hal berpuasa, karena kala itu Hempher mengutip surah Al Baqarah ayat 184 yang berbunyi; “ .. Dan berpuasa lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahuinya”. Menurut Hempher, karena dalam ayat ini tidak terdapat kata “wajib”, maka sebenarnya berpuasa bagi umat Islam sunah hukumnya, bukan wajib. Atas kecurigaan Muhammad bin Abdul Wahab tersebut, Hempher berkilah bahwa agama adalah kesucian hati, keselamatan jiwa, dan bukan pelanggaran atas hak-hak orang lain, karena bukankah Rasulullah Saw. bersabda, “Agama adalah Cinta?” Bahkan dalam surah Al-Hajr, Allah SWT. berfirman; “Dan beribadahlah kepada Tuhanmu sampai datang yaqin kepadamu’.

Maka menurut Hempher, berdasarkan sabda Rasulullah dan firman Allah SWT., ketika seseorang telah mencapai yaqin tentang Allah dan Hari Kiamat, membaguskan hatinya, dan menyucikan seluruh amal perbuatannya, maka ia akan menjadi orang yang paling baik dan paling saleh di antara umat manusia.

“Muhammad bin Abdul Wahab menggeleng-gelengkan kepala mendengar ucapanku,” jelas Hemper dalam buku Catatan Harian Seorang Mata-mata dan Persekongkolan Menghancurkan Islam.

Puncak penyesatan Hempher terhadap Muhammad bin Abdul Wahab, yang memotivasi Muhammad bin Abdul Wahab akhirnya membentuk sekte Wahabi adalah setelah Hempher mengaku-ngaku bermimpi bertemu Rasulullah Saw. Kata Hempher kepada Muhammad bin Abdul Wahab; “Semalam aku bermimpi berjumpa Nabi Saw. Aku menyapa beliau dengan berbagai sifat yang kuketahui dari para ulama. Beliau duduk di atas sebuah mimbar. Di sekeliling beliau berkumpul para ulama yang tidak kukenal. Engkau masuk. Wajahmu bersinar cemerlang seperti sebuah lingkaran cahaya. Engkau berjalan menghampiri Nabi Saw. Ketika engkau sudah cukup dekat, Nabi Saw berdiri dan mencium dahimu. Beliau bersabda; “Engkau lah pewaris ilmuku, wakilku dalam berbagai urusan duniawi dan ukhrawi”. Engkau pun berkata; “Ya, Rasulullah, aku takut menjelaskan ilmuku kepada orang banyak”. “Engkau lah yang terbesar. Jangan takut,” jawab Nabi Saw.”

Muhammad bin Abdul Wahab senang sekali mendengar bualan Hempher dan berkali-kali menanyakan apakah mimpi Hempher itu benar, dan Hempher tentu saja membenarkan.

“Sejak saat itu, kukira, ia berniat memaklumkan berbagai ide atau gagasan yang telah kutanamkan dalam dirinya untuk kemudian mendirikan sebuah sekte baru bernama Wahabi,” jelas Hempher sebagaimana tertulis dalam buku Catatan Seorang Mata-mata dan Persekongkolan Menghancurkan Islam.

Menurut buku Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi, Muhammad bin Abdul Wahab sangat mudah disesatkan karena pengetahuan agama pemuda yang lahir pada 1703 Masehi (1115 Hijriyah) dan wafat pada 1792 Masehi (1206 Hijriyah) ini memang kurang memadai karena dia hanya belajar ilmu dari segelintir guru, termasuk dari ayahnya yang seorang qadhi (hakim). Muhammad bin Abdul Wahab pernah mengaji kepada beberapa guru agama di Mekah dan madinah, seperti kepada Syaikh Muhammad ibnu Sulaiman al-Kurdi dan Syaikh Muhammad Hayat as-Sindi. Ketika ia ke Bashrah, ia sebenarnya ingin berguru kepada seorang syaikh di sana, namun ditolak menjadi murid.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Inggris dan ... pendusta.....
Naudzubillaahi minjalik

Posting Komentar

Mohon jangan berkomentar memakai kata SARA,Kotor ataupun SPAM.

Mohon Jangan Menggunakan ANONYM,apabila anda tidak mengikuti peraturan ini saya akan menghapus komentar anda tanpa membacanya terlebih dahulu.
Pilihlah Name/URL lalu isi dengan nama anda (URL bisa anda kosongkan atau isi dengan URL http://wahabivssunni.blogspot.com/ saja apabila anda tidak memiliki blog atau website.
Terima kasih sudah berkunjung dan menyempatkan berkomentar,wassalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh.

Design by Faham Wahabi Visit Original Post Ahlus Sunnah Wal Jama'ah