KISAH NYATA:BAHAYANYA FAHAM SALAFI/WAHABI

Kisah Nyata:Bahayanya Faham Salafi/Wahabi,Kejamnya Wahabi,Busuknya Rayuan Wahabi,Bahayanya Doktrin Wahabi dan semacamnya sering saya dengar,namun sayangnya untuk menuliskan satu persatu rasanya agak susah.
karna kepengin banget memosting artikel yang mengisahkan kisah nyata bahayanya faham salafi/wahabi,saya mencoba mencari di internet dan alhamdulillah saya mendapati suatu kisah yang sangat menyentuh hati.
INILAH KISAH NYATA:BAHAYANYA FAHAM SALAFI/WAHABI dengan judul Kenapa Aku Meninggalkan Salafi

Perjalanan spiritualku dalam mengenal Islam menemui babak baru ketika memulai studi di Jogjakarta. Bertemu dengan senior satu kamar di asrama mahasiswa Sumatera Barat yang memiliki penampilan aneh. Berjenggot tebal dan celana di atas mata kaki. Namanya anak kampung yang baru sekali merantau, aku hanya bisa banyak mendengar apa yang seniorku itu sampaikan. Tiap malam aku dibombardir dengan istilah-istilah baru yang belum kuketahui sebelumnya tapi memiliki indikasi negatif dalam agama.
Berjalannya waktu dan semakin intensnya pembicaraan kami, akhirnya aku mengenal sebuah aliran baru “Salafi”. Sebuah ajaran yang diklaim sebagai ajaran yang paling benar dan paling teguh memegang Al Qur’an dan As Sunnah. Sementara gerakan atau ajaran lain dianggap bid’ah dan tidak sesuai dengan Islam “yang sebenarnya”.
Meski tanpa didampingi oleh sang senior, aku melakukan pencarian lebih lanjut tentang “Salafi”. Lewat pamflet-pamflet pengajian yang disebar di kampus, akupun mulai mengunjungi masjid-masjid tempat berlangsungnya kajian yang bertitel “mengikuti sunnah Nabi” ini. Aku terpukau dengan kapabilitas ustadz-ustadznya yang hafal ayat-ayat Al Qur’an dan Hadist. Banyak hadist-hadist baru yang kudengar. Tampilan tawadhu’ para pendengar yang terdiri dari bapak-bapak dan pemuda-pemuda berjenggot-berjubah, serta wanita-wanita bercadar membuat kepincut untuk terus mengikuti pengajian-pengajian Salafi, karena sejak SMA aku sudah memilih memelihara jenggot sebagai sunnah Nabi, sampai-sampai aku berdebat keras dengan seorang guru berjilbab yang menyuruhku untuk memotong jenggot. Aku berpikir, inilah tempat aku menemukan teman-teman yang melaksanakan hadist yang dulu pernah kutemui bahwa memilihara jenggot merupakan bagian dari sunnah Nabi.
Meskipun masih menjadi orang “aneh” dengan penampilan modern (celana panjang dan kemeja), keinginanku untuk belajar mengalahkan rasa risih. Seringkali para jama’ah lain menatap diriku agak lama. Mungkin karena dirasa sebagai orang baru, gaya penampilanku yang tidak lazim dapat mereka maklumi. Minggu-minggu berlalu, aku semakin asyik dengan pengajian demi pengajian. Di Asrama, sang senior satu kamar semakin intens menceritakan kejelekan-kejelekan ajaran di luar Salafi.
Aku tak ingat lagi sejak kapan memotong celana hingga di atas matakaki. Semua celana panjangku kukirim ke tukang jahit untuk “dirapikan” agar sama seperti celana-celana yang dipakai oleh anggota pengajian. Jenggotku mulai memanjang dan celanaku tidak lagi celana lipatan. Mulailah beberapa peserta pengajian mendekatiku dan mengajakku ngobrol. Aku mulai merasa diterima sebagai bagian mereka. Aku merasa enjoy karena mulai mendapatkan teman-teman baru. Lambat laun hubunganku semakin intens dan mengenal lebih banyak lagi teman-teman Salafi. Sampai suatu kali perkenalan tentang kuliah, aku bilang kuliah di Filsafat UGM. Sontak saja raut teman bicaraku berubah. Awalnya aku tak mengerti, kenapa setiap memperkenalkan diri sebagai mahasiswa Filsafat mereka mencoba mengalihkan pembicaraan?
Akhirnya aku tahu sebab-musabab, kenapa raut wajah mereka berubah ketika kubilang kuliah di Filsafat. Ternyata memang Salafi “mengharamkan Filsafat”. Berkali-kali ketika membahas peran akal dalam memahami wahyu atau kajian-kajian mengenai firqoh-firqoh Islam, istilah filsafat dikatakan dengan ucapan sinis. Berbagai istilah dilekatkan kepada filsafat, “ilmu syetan”, “ilmu sesat”, “ilmu tak bermanfaat”.
Kegelisahan mulai menderaku. Apakah benar kuliah yang sedang kujalani saat ini adalah kuliah yang mempelajari ilmu yang dilarang dalam Islam? Suatu ketika kuberanikan diri bertanya empat mata kepada beberapa Ustadz. Jawaban dari Ustadz yang kudatangi SAMA. Mempelajari filsafat itu haram. Pertahananku jebol. Aku benar-benar binggung. Semester 3 aku mulai malas-malasan pergi ke kampus. Pagi hari dan siang hari aku hanya termanggu di asrama, berkata pada diri sendiri, “betapa bodohnya aku telah salah memilih jurusan”. Aku menghindar memilih jurusan hukum atas dasar asumsi “Islami”, hukum di Indonesia adalah hukum thagut (kafir, sesat). Dan pilihan jurusan filsafat kusandarkan kepada sebuah artikel dalam terjemahan Al Qur’an yang dikeluarkan oleh Departemen Agama. Tapi, di Jogja aku menemukan hal sebaliknya, “Filsafat Haram dalam Islam”.
Akibat jarang mengikuti perkuliahan, IP-ku jeblok. Padahal semester 1 dan 2 aku berhasil meraih IP di atas 3. Sementara, aktivitas pengajianku di Salafi semakin intens. Beberapa kajian yang kuikuti telah melewati batas kota Jogja.
Suatu ketika, aku berpikir tak mungkin lagi melanjutkan kuliah di filsafat. Kuberanikan diri bicara lewat telpon kepada Bapak untuk berhenti kuliah. Aku ingin masuk pondok pesantren, mempelajari ilmu agama yang lebih mulia dari ilmu-ilmu lain. Kusampaikan kepada Bapak dalil-dalil keharaman filsafat sebagaimana yang kudapatkan dari ustadz. Bapak marah besar kepadaku. Aku cuek, karena yakin apa yang sampaikan benar menurut “agama”. Aku bersitegang dengan Bapak. Beberapa hari setelah percekcokanku dengan Bapak, Ibu datang ke Jogja. Tak henti Ibu menangis. Memberitahukan bagaimana Bapak kecewa berat dengan “kegilaan-ku” meninggalkan kuliah di UGM. Ibu memintaku untuk mengurungkan niat berhenti kuliah. Jiwaku masih memberontak waktu itu.
Beberapa hari Ibu menginap di kamar. Tak henti tangisan beliau ketika memintaku untuk memikirkan kerja keras Bapak menguliahkanku dengan biaya yang besar di UGM. Akupun luluh. Tak sanggup rasanya melihat Ibu bercucuran airmata. Hati kecil berontak, bimbang antara memilih “agama” dan keinginan orang tua. Terlintas ucapan ustadz-ustadz Salafi bahwa hormat kepada manusia tidak perlu jika melanggar perintah Tuhan, hatta itu orangtua sendiri. Di sisi lain sanubariku berkata, bukankah agama melarang seorang anak durhaka kepada orang tua?
Aku menghadapi dilema ini sendirian. Seniorku satu kamar yang mengenalkanku dengan Salafi diam masa bodoh. Sibuk dengan kerja dan kuliahnya yang memang begitu padat. Menjelang kepulangan Ibu kembali ke kampung karena sudah tak bisa berlama-lama di Jogja demi kerja dan mengurusi adik-adikku yang masih kecil-kecil, beliau kembali memintaku untuk mengurungkan niat berhenti kuliah. Aku tak bisa melawan Ibu dab melepas kepergian beliau dengan tangisan. Kukuatkan tekad dan bilang sama Ibu bahwa aku mengurungkan niat berhenti kuliah. Aku akan kembali masuk kuliah dan mengejar ketertinggalan selama ini. Berusaha keras meraih IP seperti 2 semester awal dulu. Dalam hati aku menguatkan tekad, “persetan dengan kata-kata Ustadz kalau akhirnya aku membuat Ibu menangis dan Bapak menjadi kecewa. Terserah dibilang membuang umur untuk mempelajari ilmu yang haram, terserah dibilang sebagai pengkhianat agama. Persetan dengan semua dalil dan argumen agamis yang mereka sampaikan. Aku mau menghormati orangtuaku meskipun dianggap sebagai “kedurhakaan” kepada Tuhan.
Titik balik itu berlangsung saat liburan semester 6, persis tiga tahun aku menjalani hidup sebagai mahasiswa di Jogja. Kudatangi kampus untuk registrasi masuk kuliah semester 7. Kuminta transkrip nilai. Tak sampai 40 sks mata kuliah yang telah kuambil. IPK-pun hancur di bawah 2,5. Hanya satu tekad kukobarkan, aku tak boleh mengecewakan Bapak dan Ibu lagi.
Aku mulai kuliah. Kajian Salafi masih tetap kuikuti. Aku masih senang dengan uraian hadist dan Al Qur’an dari Ustadz, meskipun sesekali sentilan negatif terhadap filsafat tetap memerahkan mukaku. Aku kemudian menjadi orang aneh. Pergaulanku dengan teman-teman Salafi semakin luas, karena aku adalah santri yang unik bagi mereka, menjadi Salafi tapi kuliah di filsafat.
Suatu hari di tahun awal 2006, aku memutuskan untuk masuk Muhammadiyah lewat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah UGM. Aku mulai intens mengikuti kajian tafsir Ustadz Dr. Yunahar Ilyas, Lc di kantor pusat Muhammadiyah Yogyakarta. Ada hal lain yang kutemui. Ustadz Yunahar lulusan Saudi Arabia, sama dengan Ustadz-Ustadz kenamaan Salafi yang juga menempuh studi di negeri yang didirikan Keluarga Saud itu, yakni gaya ceramah Ustadz Yunahar yang lebih soft dan lebih mengedepankan analogi. Tidak pernah beliau menyerang filsafat, malahan mengatakan filsafat dibutuhkan untuk menghadang musuh-musuh Islam. Aku terheran-heran. Kok bisa beda ya? Kuperhatikan face ustadz Yuhanar, kumis menghiasi wajahnya. Jenggot hanya sedikit. Tak pernah kulihat Ustadz Yunahar memakai kopiah haji meskipun beliau sudah naik haji berkali-kali. Hanya kopiah hitam nasional yang menurut beberapa teman Salafi, tidak Islami. Kuperhatikan celana beliau, berjuntai melewati mata kaki. Aku bertanya, kenapa “Ustadz” satu ini berbeda dengan Ustadz-Ustadz Salafi-ku?
Keherananku semakin kentara ketika Ustadz Faturahman Kamal mengantikan beberapa kali kajian Ustadz Yunahar. Ustadz Faturahman adalah alumni Universitas Islam Madinah yang diklaim sebagai salah satu pusat keilmuan Salafi. Gaya ceramah beliau berbeda. Bahkan sesekali beliau membicarakan geliat dakwah kampus yang menguraikan ketidakwajaran halaqoh dakwah, yang secara eksplisit mengarah kepada Salafi.
Aku kembali bertanya-tanya, apakah klaim Salafi sebagai firqoh yang paling benar sebagaimana yang berbuih-buih disampaikan oleh para Ustadznya BENAR? Sementara itu, senior satu kamarku yang melepasku dalam kebimbangan sendirian, meninggalkan Jogja. Dia sudah lulus kuliah dan hendak pulang kampung untuk mencari pekerjaan demi mempersiapkan lamarannya kepada salah satu teman dari asrama putri.
Kuliahku berjalan lancar. IPK-ku semakin hari semakin naik. Aku semakin menikmati perkuliahan dan uraian-uraian filosofis yang disampaikan dosen. Kajian Salafi mulai jarang kuikuti, kecuali kajian Ustadz Ridwan Hamidi yang tak bisa kutinggalkan sama sekali. Aku teramat suka dengan Ustadz Ridwan, yang seringkali mendapat ejekan dari kelompok Salafi yang lain, karena ceramah beliau yang lembut dan sering membuat jiwaku tentram.
Singkat cerita, bulan Februari ini aku akan diwisuda. Menjadi lulusan terbaik fakultas Filsafat UGM untuk wisuda periode pertama di tahun 2010 dengan IPK 3,61. Penampilanku sudah biasa. Tak ada lagi celana jingkrang di atas mata kaki dan jenggot panjang yang awut-awutan. Aku menjadi orang biasa. Aku tetap normal tidak menjadi gila dengan filsafat yang kupelajari. Aku masih sholat, baca Al Qur’an dan mempercayai Tuhan. Filsafat telah membuka wawasan dan perspektifku lebih luas dalam memandang dunia. Tidak seperti saat di Salafi dengan pola hitam-putih yang dibangun. Hidup dikurung dan dihiasi kebencian kepada orang lain dengan sekat “Kafir”, “Ahlul Bid’ah” dan “Kaum Sesat” yang didasarkan bingkai agama.
Bulan ini, aku bisa mengobati airmata Ibu dan kekecewaan Bapak beberapa tahun lalu. Hari ini aku bahagia tanpa harus kehilangan keIslamanku. Malahan aku menemukan Islam yang damai lewat uraian Ustadz Yunahar Ilyas dan Ustadz Faturrahman Kamal.
Aku tak peduli dengan sindiran keputusanku keluar dari Salafi. Terserah dibilang orang yang futur, tersesar dari jalan dakwah, atau sebutan menyakitkan lainnya. Aku tak peduli sama sekali. Yang penting aku masih menyembah Tuhan, masih mendengarkan Al Qur’an dan Hadist, masih sholat, puasa, mendengarkan ceramah, dan bisa berbakti kepada orangtuaku. Aku punya jalan hidup sendiri dan punya kekuatan pikiran untuk mengarahkannya kemana. Aku sudah tak peduli dengan omongan-omongan negatif tentang keadaanku sekarang. Terserah mereka mau bilang apa…
NB: Kutuliskan cerita ini setelah membaca berita penerimaan mahasiswa baru Universitas Islam Madinah diadakan di Pesantren Gontor yang notabene bukan pesantren Salafi. Kenapa pemerintah Saudi lebih percaya kepada Gontor daripada Pesantren-Pesantren Salafi yang saat ini sudah berdiri di berbagai kota di Indonesia??? Entahlah…Sumber kisah nyata ini bisa anda klik di judul diatas.
Semoga postingan ini bermanfaat


read more

Orang Wahabi Jangan Baca Ini Agar Tidak SEWOT

Aku Bosan dengan wahabi,aku muak dengan wahabi aku benci wahabi,kata kata seperti ini sering kali aku dengar kalau pas lagi bereng ngumpul sama teman teman.
Aku kira hanya aku seorang yang sebel sama orang wahabi,sibuk mikirin faham wahabi yang semakin dipelajari semakin gak ketahuan ngalor wetan-ne temor berek-e alias amburadul.
Apalagi pas kalau ada orang wahabi komentar di blog Blogger sunni yang lagi membongkar kedog Wahabi wih...hihihi...orang wahabi kayak orang kebakaran jenggot,dia mencaci maki membela faham wahabi dengan cacian dan kata kata kotor yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan Postingan yang di Posting oleh Blogger sunni.

(Anda bisa melihat kata kata kotor para kaum wahabi yang tidak berakhlaqul karimah di sarkub.com,http://mahrusaligpl.blogspot.com/,Situs Blogger Muslim)
Kata kata mereka dan tingkah laku mereka sungguh sangat tidak sesuai dengan Apa yang tlah diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Sudah lama saya sering berdebat dengan orang wahabi,baik berhadap hadapan maupun lewat internet,namun sayangnya sampai saat ini masih belum ada yang bisa menjawab semua pertanyaan yang diajukan dengan dalil oleh orang orang wahabi/salafi yang katanya selalu berpegang teguh kepada alqur'an dan hadits.
aku rasa mereka harus membuat nama baru saja,nama salafi dan wahabi sudah sangat jelas SESATNYA.
WAHABI/SALAFI adalah islam palsu,pembawa kehancuran islam dari dalam dan antek nasrani sejati,adik ipar syi'ah.
hemm..sepertinya sedikit lega deh,setelah mengeluarkan uneg uneg yang tertahan.
so..buat kaum wahabi dan siapapun yang berfaham wahabi,harap kalau komentar yang enak,yang baik dan pakailah dalil,agar kita (kaum muslimin yang waras ini gak ikut stres kayak kalian).
read more

Wahabi Dan Sunni Mungkinkah Bisa Bersatu

Mungkinkah Sunni Dan Wahabi Bisa Bersatu?
Pertanyaan seperti ini banyak dilontarkan oleh orang orang yang masih belum begitu faham mengenai faham wahabi,sejarah berdirinya wahabi dan sepak terjang kaum wahabi.
Saya juga sering menjumpai banyak komentar seperti diatas dibeberapa situs yang membahas ahlus sunnah wal jama'ah (ASWAJA/SUNNI) dan Salafi/Wahabi.
Kenapa mereka mempunyai pendapat seperti itu?
Mereka mempunyai pendapat seperti dikarenakan mereka tidak mengetahui dan memahami apa itu wahabi,bagaimana sejarah berdirinya wahabi,siapa yang mendirikan wahabi,siapa panutan wahabi,bagaimana sepakterjang wahabi.
Yang selalu tidak bisa berdamai dan bersatu itu adalah golongan wahabi sendiri,bukan golongan sunni.
Sunni adalah kelompok islam yang paling benar dan paling besar,lalu kenapa wahabi berpecah diri dan memecah belah golongan islam sunni dengan dalih bid'ah dan dengan angkara murka sampai sampai mengumpat,membunuh bahkan sampai mengebom orang islam yang tidak sefaham dengan mereka,seperti yang dilakukan golongan wahabi kepada kaum sunni?
kata Bid'ah adalah sesuatu yang sangat jelek dalam agama islam,sesuai dengan sabda rasulullah SAW

كُلُّ بِدْعَةٍ حَسَنَةٍ ضَلاَ لَةٌ وَكُلُّ ضَلاَ لَةٍ فِى النَّارِ
“Semua bid’ah yang baik sesat, dan semua yang sesat masuk neraka”.
Siapa Yang Menempati Neraka?
Yang Menempati neraka tak lain hanyalah orang orang kafir dan syaythan/setan dan Iblis,mereka penghuni neraka yang kekal.
Selain mereka yang menghuni neraka adalah kelompok orang orang munafik,fasik dan dhalim.
kalau melihat dari sini maka pantaslah apabila golongan sunni tidak terima mereka dikatakan golongan setan dan kafir.
orang wahabi selalu saja dengan gampangnya mengatakan ini bid'ah,ini kafir/kufur dll.
apakah mereka tidak sadar akan ucapan mereka yang sebenarnya sangat menyakitkan dan ssangat tidak berdasar bahkan sebenarkan menjadi bumerang bagi mereka sendiri?!!
lalu bisa orang islam menerima apabila dia dikatakan kafir?
bisakah menerima orang yang tidak berzina dikatakan berzina?
bisakah menerima orang yang tidak mencuri dikatakan mencuri?
tentu tidak!
apalagi golongan sunni,mereka tidak akan menerima,karna mereka sadar,apabila mereka dikatakan ahlul bid'ah,berarti mereka dan orang tua mereka,saudara mereka,tetangga mereka,guru guru mereka para salafush shahih yang mereka kagumi seperi imam syafi'i,hambali dll adalah ahlul bid'ah.
Kesimpulannya:
Yang merusak dan mencari cari celah perpecahan itu adalah golongan salafi/wahabi.
Sunni hanyalah kelompok yang menjadi obyek cacian dan pembataian kaum wahabi dan syi'ah.
Dan kalau ada orang sunni membuat artikel yang mencaci balik kepada wahabi dan syi'ah apakah salah?
Apakah orang sunni harus tidak punya rasa marah?
apakah orang sunni harus selalu menjadi bulan bulanan?
Mohon bagi semua kaum muslim yang tidak faham mengenai wahabi dan syi'ah jangan langsung menyatakan sunni suka membantah dan menghina wahabi dan syi'ah.
karna sebelum mereka ada,kami SUNNI AHLUS SUNNAH WAL JAMA'AH SUDAH ADA DAN HIDUP RUKUN,TENANG DAN TUMA'NINAH MELAKSANAKAN KEWAJIBAN KEWAJIBAN DALAM ISLAM DAN SUNNAH RASULULLAH SAW.
Semoga postingan ini bisa memberi pencerahan bagi anda yang menganggap sunni suka menghina wahabi dan syi'ah.

suapan semangat buat NU
Ahlus Sunnah Wal Jama'ah
ta'wil imam bukhari membungkam wahabi junior
Hadits Penjelasan Khawarij
ciri ciri kaum wahabi
sebaian pengurus NUpun terjangkit virus wahabi
hukum shalat rebo wekasan
Wahabiyah Mengkafirkan Umat Islam Tanpa Alasan Yang Benar
Wahabi Tak Berkutik
Mengenai Puasa Rajab
Wahhabi
Wahabi
Debat Aswaja vs Wahabi di Universitas Melbourne
Siapa Wahabi
Hukum Berdo’a dengan Tawassul
Orang Yang Bisa Memberi Syafa’at
Islam Garis Keras, Imperialisme dan Wahabi (6)
Islam Garis Keras, Imperialisme dan Wahabi (5)
Islam Garis Keras, Imperialisme dan Wahabi (4)
Islam Garis Keras, Imperialisme dan Wahabi (3)
Islam Garis Keras, Imperialisme dan Wahabi (2)
Islam Garis Keras, Imperialisme dan Wahabi (1)
tidak semua perkara yang baru itu bid'ah
Ciri Ciri Wahabi
Ulama Ahlus sunnah wal jama'ah Menentang Aqidah Tasjim Tasybih Ibnu Taimiyah
wahabi:maulid nabi bid'ah,peringatan abdul wahhab wajib
Hukum Menyiram Kuburan dengan Air Bunga
Ibnu Harzaham Yang Akan membakar kitab Ihya '
tafsir QS Al-Mulk ayat16
Wahhabi sect
Movement history of Wahhabism
Sejarah Gerakan Wahhabisme
sekte wahabi
mengenai tawassul/istighatsah
Salah satu kesesatan Ibnu Taimiyah Bahwa Neraka Akan Punah
dalil tawassul bag 1
KITAB REKAYASA WAHABI
Terjemahan Kitab Ta’lim Muta’allim
Hujjah Imam Hanafi dalam Kitab Alwasiat) Kalahkan Aqidah sesat salafy/wahaby
Sejarah Dan Implikasi Ke Atas Masyarakat
Wahabi Anak Kandung Kristen Tapi Mendurhakainya
Wahabi atau Sunni yang Mirip dengan Kristen
MELIHAT WAHABI LEBIH JAUH LAGI

read more
Design by Faham Wahabi Visit Original Post Ahlus Sunnah Wal Jama'ah